PALANGKA RAYA - Sejumlah Lembaga melakukan upaya hukum menuntut kepada Pihak Perusahaan Perkebunan Kelapa Sawit PT. Hamparan Masawit Bangun Persada (PT. HMBP) yang berlokasi di wilayah desa Bangkal Kabupaten Seruyan Kalimantan Tengah (Kalteng), untuk dilakukan Sanksi Adat Dayak dan dalam surat tersebut juga tidak terkecuali pihak Polri dalam pengamanan aksi massa saat itu.
Dalam surat terbuka yang didapat media ini, terdiri dari Lembaga Kesatuan Masyarakat Hukum Adat Dayak Kalimantan Tengah, Pusat Pengaduan dan Pelaporan Masyarakat Pencari Keadilan Republik Indonesia, Asosiasi Masyarakat Peduli Hukum Daerah Kalimantan Tengah (AMPUH), NGO Law and Depelopmen Watch Central Kalimantan (LDWCK).
Tujuan surat kepada Presiden /Sekjen MADN, Ketua DAD Kalteng, Forum Koordinasi Damang Kepala Adat Provinsi Kalteng, Ketua DAD Seruyan dan Damang Kepala Adat Kecamatan Seruyan Tengah, agar melakukan sidang adat terkait dugaan pelanggaran Hukum Adat Dayak yang dilakukan oleh PT HMBP dan Pihak Kepolisian dalam menanggani Konflik melawan Masyarakat Adat Dayak desa Bangkal yang menuntut Kebun Plasma di PT HMBP.
Koordinator AMPUH, Nirman kepada media ini menyampaikan bahwa pihak PT HMBP jelas - jelas sudah melanggar hukum adat Dayak dan juga dalam pembukaan lahan perkebunan kelapa sawit di wilayah desa Bangkal sudah menyalahi aturan berupa pembukaan diluar HGU Perusahaan.
"Masyarakat menuntut haknya selama ini, yaitu perkebunan yang diluar izin HGU, " kata Nirman, Rabu Malam (18/10).
Nirman juga menyampaikan bahwa surat surat terbuka pertama sudah diberikan kepada Presiden Republik Indonesia, agar diketahui secara jelas kronologisnya.
Dan di surat terbuka kedua ini, diharapkan kepada pemangku kepentingan Adat Dayak, agar bisa melakukan kegiatan adat berupa 'Basarai Hai' untuk menyidangkan oknum - oknum yang diduga terlibat dalam konplik yang mengakibatkan masyarakat lokal terluka dan hingga tewas.
Dalam surat tersebut, keempat lembaga ormas ini mengharapkan agar kepada pangku adat setidaknya memutuskan dan menetapkan hal-hal
sebagai berikut :
1. Menghukum dan Menetapkan Sanksi Adat kepada Teradu I berupa Denda Adat (Singer) sebagai
berikut : a. Pasal 13, Singer Sala Basa dengan Oloh Beken (denda salah tingkah dengan orang lain). b. Pasal 16, Singer Sahiring (denda pembunuhan).c. Pasal 17, Singer Banguhan, Penyau Sangguh, Penyau Penyang (denda membunuh, basuh tombak dan basuh penyang). d. Pasal 18 Singer Timbal-Timbalan (denda terhadap pembantu pembunuhan). e. Pasal 21 Singer Paramun Hantu (denda sarana kelengkapan jenazah). f. Pasal 22
Singer Tipuk Danum (Denda adat Simburan Sir) g. Pasal 23 Singer Biat Himang (Denda adat perihal luka berdarah). h. Pasal 26 Singer Puseh Panguman (Adat pesta makan/minum)
i. Pasal 27 Singer Tetes Hinting Bunu (Denda adat menghentikan permusuhan) ;
dan Pasal-Pasal lainnya yang relevan termasuk "Singer Kasukup Belum Bahadat" yang dalam Pasal 96 Perjanjian Hukum Adat Dayak Tumbang Anoi yang telah ditetapkan sebagai Hukum Dasar Adat
Dayak.
Baca juga:
Asal Usul Suku Kampai Minangkabau
|
2. Menghukum Teradu II untuk tidak melibatkan diri dalam sengketa antara Masyarakat Adat Dayak Desa Bangkal dengan pihak PT. HMBP/ Teradu I dan memerintahkan kepada PT. HMBP/ Teradu I agar dalam menangani atau menghadapi setiap masalah atau konflik di areal perkebunan yang berhubungan dengan masyarakat Adat Dayak Desa Bangkal agar senantiasa menggunakan Satuan
Pengamanan (Satpam) Perusahaan dan tidak lagi menggunakan atau meminta bantuan Aparat Kepolisian;
3. Memerintahkan Damang Kepala Adat Kecamatan Seruyan Raya agar menetapkan kebun kelapa sawit
yang berada diluar IUP PT. HMBP/ Teradu I seluas 1.175 hektar yang masuk dalam wilayah hukum Masyarakat Adat Desa Bangkal menjadi hak mutlak Masyarakat Adat Dayak Desa Bangkal yang pengelolaannya akan diatur lebih lanjut oleh Koperasi yang dibentuk oleh masyarakat Adat setempat dengan difasilitasi oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Seruyan Seruyan;
4. Memerintahkan Damang Kepala Adat Kecamatan Seruyan Raya menetapkan status Kepemilikan Tanah
Adat tersebut diatas melalui penerbitan Surat Keterangan Tanah Adat (SKTA)-Milik Bersama Masyarakat Adat Dayak Desa Bangkal, Kecamatan Seruyan Raya;
5. Memerintahkan Damang Kepala Adat agar melakukan koordinasi dengan pemangku/ Tokoh Agama
Kaharingan yang berkompeten agar melakukan ritual "mamapas lewu.
"Karena kejadian ini hingga menelan korban jiwa, agar sesegera mungkin melakukan acara Adat Dayak Berupa ' Basarah Hai' untuk mendinginkan keadaan dan memberikan kepastian hukum Adat Dayak kepada pihak - pihak yang diduga telah melakukan kesalahan adat Dayak ini, " sebutnya kembali.
Seperti diketahui, sebelumnya masyarakat adat Dayak desa Bangkal dan sekitarnya menuntut hak kebun Plasma di perkebuna Kelapa Sawit PT HMBP, 20 persen dari luasan total perizinan yang dimiliki.
Hingga dari awal berdirinya perusahaan ini, hak masyarakat seperti yang dituntutkan belum direalisasikan oleh pihak perusahan selama itu, hingga sampai saat sejumlah masyarakat turun kejalan melakukan aksi unjuk rasa agar PT HMBP memberikan hak kebun plasma 20 persen tersebut.
Baik dari penjabat bupati Seruyan telah mengeluarkan surat resmi terkait hal ini, dengan nominal yang telah ditentukan, namun dari hasil itu tidak sesuai seperti yang diharapkan karena sangat minim akan apa yang telah dilakukan pihak PT. HBMP selama ini.
Ampuh bersama keempat Lembaga Ormas lainnya menegaskan, apa yang telah dilakukan pihak perusahaan PT HMBP dalam pengelolaan lahan perkebunan kelapa sawit, diduga telah melakukan pembukaan lahan diluar perizinan HGU.
"Apa yang kami lakukan saat ini dengan membuat surat terbuka, agar semua pihak tahu kalau PT HMBP selama ini menanam kelapa sawit diluar HGU, inilah yang dituntut masyarakat selama ini, namun pihak perusahan tidak menggubrisnya, " ucap Nirman menipali ucapannya.
Kalaupun itu sebelumnya pihak PT HMBP bisa menyikapi dengan baik dan tidak memanfaatkan oknum - oknum aparat kepolisian dalam aksi kemarin hingga sejumlah masyarakat terluka dan hingga tewasa, tidak terjadi hal seperti ini.
Harapannya kepada semua pihak bisa menghargai hukum adat Dayak selama ini, dan tidak terkecuali oknum - oknum aparat keamanan yang diduga dalam pengaman aksi kemarin bisa diproses sesuai aturan yang ada.
"Saat ini bangsa kita akan melaksanakan pesta demokrasi yaitu Pemilu tahun 2024, mari kita jaga Kamtibmas di tengah - tengah masyarakat kita, " ungkap Nirman.